Pendidikan adalah aspek penting dalam kehidupan setiap individu, dan salah satu elemen yang sering menjadi sorotan adalah ujian nasional (UN). Baru-baru ini, Persatuan Guru Republik Indonesia (P2G) mengajukan desakan agar ujian nasional tidak lagi menjadi penentu kelulusan siswa. Hal ini mencuat setelah berbagai alasan mengejutkan yang perlu diperhatikan. Apa yang menjadi latar belakang desakan ini? Berikut ini adalah penjelasannya.
P2G Menilai UN Tidak Lagi Relevan
P2G atau Persatuan Guru Republik Indonesia, sebagai organisasi profesi yang mewakili para guru di Indonesia, menyuarakan bahwa ujian nasional (UN) sudah tidak relevan lagi sebagai tolok ukur kelulusan. Menurut P2G, UN justru memberikan dampak negatif bagi kualitas pendidikan dan psikologis siswa. Dengan adanya tekanan yang begitu besar, banyak siswa yang merasa tertekan dan stres menjelang ujian. Mereka merasa bahwa kelulusan mereka hanya bergantung pada satu ujian besar, yang sebenarnya belum tentu mencerminkan kemampuan mereka secara keseluruhan.
Dampak Buruk Bagi Psikologi Siswa
Salah satu alasan utama yang diajukan oleh P2G adalah dampak buruk terhadap kesehatan mental siswa. Banyak siswa yang merasa tertekan dan khawatir dengan kelulusan mereka, bahkan setelah berbulan-bulan belajar dan mempersiapkan ujian. Stres yang berlebihan ini dapat memengaruhi kinerja akademik dan menyebabkan kecemasan yang berlarut-larut.
Sebagai contoh, sebuah studi yang dilakukan oleh para ahli pendidikan menunjukkan bahwa stres terkait ujian berkontribusi pada penurunan konsentrasi dan kreativitas siswa. Hal ini berisiko menurunkan kualitas pendidikan yang seharusnya menjadi fokus utama, bukan hanya sekadar kelulusan.
Sistem Evaluasi yang Lebih Menyeluruh dan Adil
P2G mengusulkan agar evaluasi kelulusan tidak hanya mengandalkan satu ujian akhir, tetapi dilakukan secara lebih menyeluruh. Salah satu solusi yang diusulkan adalah menggabungkan berbagai metode penilaian, seperti tugas harian, ujian tengah semester, serta portofolio karya siswa. Dengan sistem ini, siswa tidak hanya dinilai berdasarkan kemampuan mereka dalam menghadapi ujian, tetapi juga bagaimana mereka berproses sepanjang tahun ajaran.
Solusi Alternatif yang Diajukan P2G
P2G juga menyarankan agar ujian nasional digantikan dengan sistem penilaian berbasis kompetensi dan karakter. Menurut P2G, penilaian berbasis kompetensi dapat mengukur seberapa baik siswa memahami materi, sementara penilaian berbasis karakter dapat menggali sisi-sisi penting lainnya seperti kedisiplinan, kerja sama, dan tanggung jawab. Dengan begitu, kelulusan dapat lebih mencerminkan kesiapan siswa untuk memasuki dunia kerja atau pendidikan tinggi.
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Sebagai masyarakat, kita bisa mendukung desakan ini dengan ikut berdiskusi dan memberikan pendapat kita tentang pentingnya perubahan dalam sistem pendidikan. Pemerintah dan pihak terkait perlu mendengarkan masukan dari para pendidik, orang tua, dan siswa agar sistem pendidikan di Indonesia dapat lebih baik dan relevan dengan perkembangan zaman. Pendidikan adalah hak setiap anak, dan mereka berhak untuk dinilai secara adil tanpa tekanan berlebihan.
Baca Juga: Mengapa Ujian Nasional Perlu Diubah?
Ayo Dukung Perubahan dalam Sistem Pendidikan!
Kamu bisa ikut berkontribusi dalam perubahan ini dengan menyuarakan pendapatmu. Ajak teman-temanmu untuk berdiskusi tentang bagaimana cara yang lebih baik untuk menilai kualitas pendidikan dan kelulusan siswa. Bersama-sama kita bisa membuat pendidikan Indonesia lebih baik dan lebih manusiawi!
Desakan P2G agar ujian nasional tidak lagi menjadi penentu kelulusan menunjukkan pentingnya untuk memperbarui sistem pendidikan di Indonesia. Dengan memperhatikan dampak psikologis terhadap siswa dan mengganti sistem evaluasi yang lebih menyeluruh, kita dapat memastikan bahwa siswa tidak hanya lulus, tetapi juga siap menghadapi tantangan hidup di masa depan. Menyuarakan perubahan ini adalah langkah awal untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih adil dan berkualitas.